kebiasaan yang unik

HAM dan budaya, bisakah keduanya disatukan?
pernyataan diatas merupakan pengantar awal untuk menguraikan kisah atau kebiasaan yang secara turun temurun dilyakini oleh masyarakat dibagian timur indonesia lebih khususnya di donggo bima Nusa tenggara barat. jika ditinjau dari sudut pandang kaum rasionalis maka kebiasaan ini akan ditolak secara mentah-mentah karena kebenarannya tidak memiliki dasar terlebih lagi jika dilihat dari sudut pandang kaum pengagum HAM, jelas apa yang dilakukan bertentangan dengan hak dasar manusia. akan tetapi masyarakat setempat menyakini hal tersebut dan menjadikan bagian dari kepercayaan yang mendarah daging.
indonesia yang terletak tepat dikhatulistiwa menjadikannya sebagai negara dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. musim hujan dijadikan sebagai musim untuk bercocok tanam, hal tersebut juga dilakukan oleh masyarakat donggo. kurangnya sumber air dan saluran irigasi membuat mereka memanfaatkan musim hujan sebagai musim bercocok tanam.
pada musim hujan kadang-kadang cuaca tidak bisa di prediksi. misalnya saja kadang 2 minggu tidak turun hujan, atau hujan lebat disertai angin puting beliung menjadikan hasil panen tidak memuaskan. anehnya masyarakat meyakini jika tidak turun hujan dalam kurung waktu yang lama atau hujan lebat disertai angin kencang disebabkan ada gadis yang hamil diluar nikah. percaya ngak???selanjutnya tokoh-tokoh masyarakat bermusyawarah untuk mengumpulkan anak-anak gadis untuk diperiksa apakah dia hamil atau tidak. yang bertindak sebagai pemeriksa tentulah dukun beranak setempat. lebih aneh lagi setelah didapat atau ditemukan gadis yang hamil diluar nikah barulah cuaca kembali normal. 
hal tersebut tidaklah rasional jika akal dijadikan sebagai standar kebenaran tapi masyarakat menjadikan gejala yang terjadi sebagai standar kebenarnnya tanpa memperhatikan gejala alam tersebut terjadi disebabkan oleh apa.

Tidak ada komentar: